Teknisi dan Konsumen Korban e-Instan (google, youtube, grup media sosial)

Masih bisa diterima dan wajar bila setelah pemilik TV googling kerusakan TV miliknya di internet, mendapatkan solusi lalu MEMPRAKTEKKANNYA sendiri meskipun sangat sedikit pengalaman elektroniknya, misalkan tambah rusak itu sudah menjadi resiko yang siap ditanggung oleh pemilik sendiri. Terserah, itu kan barangnya sendiri, mau diancurin juga terserah, pemilik sudah siap menanggung resiko karena berusaha memperbaiki sendiri berdasarkan informasi dari internet.

Yang sulit diterima adalah seandainya ada seorang teknisi/bengkel dengan pengalaman minim, pengetahuan elektronika yang minim, sudah buka bengkel sendiri, sudah menerima garapan dari konsumen. Konsumen maunya barang cepat selesai dan biaya perbaikan yang murah. Sedangkan teknisi tersebut "lebih" mengandalkan googling dan mengikuti grup-grup di media sosial untuk menyerap ilmu-ilmu solusi perbaikan yang instan. Bahkan cara menyolder dan menggunakan alat saja belum lihai, pekerjaannya semrawut dan sama sekali tidak menunjukkan bakatnya sebagai bengkel/teknisi. Contoh suatu kasus si teknisi mendapatkan garapan dengan kerusakan protek, lalu googling atau bertanya di grup (bahkan unit belum dibuka sama sekali, hanya berdasarkan pada keluhan konsumen), lalu mendapatkan solusinya dan mempraktekkannya. Kemungkinan tepat sasarannya hanyalah beberapa persen saja. Akhirnya unit harus lebih lama opname hingga kesabaran konsumen habis.

Banyak sekali konsumen yang mengeluh TV miliknya tambah rusak parah sehingga perbaikan menjadi semakin mahal. Kadang malah lebih sering dengan tanpa kepastian unit bisa diperbaiki atau tidak. Dan mengulur-ulur waktu. Wajar bila bengkel seperti di atas lebih sering kena damprat dan sasaran kemarahan konsumen.

Yang saya ulas di sini adalah kisah nyata yang saat ini banyak dialami oleh bengkel elektronik pemula, dari mulai teknisi laptop, hape hingga TV. Sebagian besar bengkel pemula saat ini langsung membuka usaha, tanpa membekali kemampuan dirinya sendiri sebagai modal awal, bekal dan modalnya cukup hape android, komputer dan koneksi internet.

Bisnis perbaikan atau bengkel banyak dilirik oleh para pengangguran, karena mereka mengira begitu mudahnya mendapatkan uang, tinggal tanya di google atau grup atau sekedar solder ulang saja sudah mendapatkan bayaran yang cukup lumayan. Tanpa berfikir bahwa nyali saja sama sekali tidak cukup.

Bengkel yang personalnya pernah menjadi karyawan bengkel lain dalam waktu lama jauh lebih baik kualitasnya daripada bengkel yang habis lulus kuliah. Karena di bangku kuliah tidak diajarkan bagaimana menangani konsumen, tidak diajarkan bagaimana bekerja dengan bakat, teliti, setiti dan konsentrasi. Ajaran yang tidak ada di bangku kuliah juga tidak ditemukan di internet. Contohnya adalah kebiasaan mengerjakan barang orang lain seperti barang milik sendiri, bahkan baut ilang satu saja sudah sangat sedih dan berusaha menggantinya.

Beberapa tips memilih bengkel elektronika yang pekerjaannya bagus dan profesional di daerah Anda, silahkan klik link berikut ini: Tips memilih bengkel

oleh Zaenal Electronic di Klinik TV Jepara, kembali ke DAFTAR ISI