Trafo AC biasa dengan primer 220VAC dan sekunder 22VAC, akan menghasilkan tegangan 22VAC di sekundernya bila tegangan masukan di bagian primer 220V. Seandainya tegangan di primer diturunkan menjadi 200VAC, tentunya tegangan keluaran di sekunder menjadi 20VAC.
Seperti pada umumnya trafo daya, trafo SMPS juga sama-sama mengikuti “peraturan” di atas, yakni nP/nS : vP/vS. Cuma beda frekuensi kerja saja. Sebagian besar sirkuit power supply yang dilengkapi dengan sirkuit PFC, misalnya power supply TV lcd/plasma, blok power supply utama menurunkan tegangan dari keluaran PFC, yang ketika normalnya sekitar 360-400V. Ini berarti lilitan primer trafo power supply utama tersebut didesain pada tegangan kerja 400V, yang berarti bila masukan tegangan di primer trafo sangat kurang dari 400V, maka keluaran sekunder trafo juga menurun. Bila keluaran dipaksa stabil (oleh bagian driver), tentunya MOSFET utama akan bekerja lebih keras dengan arus tinggi dan duty cycle yang lebar (frekuensi lebih rendah pada half bridge atau full bridge) sehingga sangat merusak kemampuan mosfet tersebut.
Desain smps sangat tergantung dari rentang tegangan masukannya, bila rentang terlalu lebar, maka kemampuan daya smps yang didesain akan menurun. Misalnya smps didesain dengan tegangan masukan sebesar 265 hingga 310VDC akan memiliki kemampuan daya yang lebih rendah dari smps yang sama yang dikerjakan hanya pada rentang 300VDC 2% saja. Selisihnya sangat jauh berbeda meskipun power MOSFETnya memiliki kemampuan yang sama. (silahkan baca datasheet STR atau smps controller, lihat spesifikasi desain narrow dan wide mode)
Sirkuit power supply yang dilengkapi sirkuit PFC hanya membutuhkan elko filter yang rendah saja. Power supply tanpa PFC dengan daya keluaran 200W membutuhkan elko filter minimal 330uF. Sedangkan bila dilengkapi PFC, elko filter cukup sekitar 82uF dengan daya keluaran yang sama. Sehingga dengan adanya sirkuit PFC, secara signifikan akan meningkatkan efisiensi dari komponen dan kemampuan dayanya.
Sirkuit PFC umumnya berupa Boost Converter, yaitu menaikkan tegangan 308V menjadi sekitar 365 – 400VDC (beberapa power supply untuk industri, ada yang hingga 800V). Seperti halnya power supply switching lainnya, sirkuit PFC juga dilengkapi dengan Feedback (FB), UVLO, OVP, OCP, dan Startup. Supply bagian driver PFC umumnya disupply dari tegangan eksternal, misalnya dari smps lain yang on/off-nya bisa dikontrol untuk menghidup-matikan bagian PFC. Contohnya ketika standby PFC dimatikan (VDD supply ic driver PFC dimatikan).
Fungsi PFC awalnya hanya berupa “pengoreksi” dari tegangan AC, karena daya yang dibawa oleh tegangan AC maksimum terdapat pada titik RMS-nya, bukan pada titik PEAK-nya. Sehingga ketika elko filter kurang besar kapasitasnya, maka ripple/dengung masih ada. Karena PFC dikerjakan untuk memboost tegangan masukan (yg masih ada ripplenya) menjadi tegangan DC dengan switch tinggi, maka secara otomatis daya yang dibawa oleh tegangan AC akan terkoreksi dengan sendirinya menjadi lebih efisien hingga mendekati tegangan PEAK dari tegangan AC-nya.
Setelah membaca artikel ini, berarti bila ingin menonaktifkan PFC (atau tanpa PFC), yang harus dilakukan adalah :
- Gulung ulang trafo smps utama (misalnya trafo sebagai penghasil tegangan VS dan VA pada TV plasma), agar bisa dikerjakan di tegangan 285-315V saja bukan di tegangan kerja 365-400VDC.
- Naikkan nilai elko filter menjadi 3 s/d 5 kali lipat dari nilai sebelumnya.
- Naikkan kemampuan mosfet switchingnya hingga 1,5 kali dari sebelumnya.
- Naikkan kemampuan arus dioda penyearah jala-jala listrik masukan.
- Lebarkan respon tegangan feedbacknya sehingga regulasi menjadi lebih kasar.
Atau cara yang termudah yaitu dengan menaikkan tegangan masukan 220VAC menjadi 280VAC dengan menggunakan trafo STEP-UP atau stabiliser yang sudah diadjus keluarannya fixed pada 280VAC. Jadi ketika tegangan 280VAC ini disearahkan full wave akan terukur sekitar 400V di elko filter.
oleh Zaenal Electronic di Klinik TV Jepara, kembali ke DAFTAR ISI