MEMAHAMI BLOK-BLOK DASAR TV

BLOK 7 HORISONTAL OUTPUT

Output power supply pada pesawat televisi sering ditemukan untuk mensupply tegangan-tegangan yang dipakai sebagian besar oleh blok-blok televisi, misalnya pada sasis mesin china, output power supply terdiri dari B+ (sekitar 90 s/d 140V), tegangan aux dan V_standby (v_aux, umumnya 12V), tegangan v_sound (16V), tegangan amplifier vertikal (24V), tegangan video output (180V).
Berbeda dengan sasis jenis lainnya, power supply yang terpasang hanya untuk sebagian kecil dari kebutuhan tegangan pada pesawat televisi (hanya terdiri dari B+, v_standby dan v_sound). Sedangkan tegangan-tegangan lainnya disupply oleh trafo flyback (FBT). Jadi bisa dikatakan bahwa blok power supply pada TV sebagai sumber tegangan primer dan FBT merupakan sumber tegangan sekunder (yang mengolah tegangan B+ dari power supply menjadi beberapa tegangan sekunder yang dibutuhkan).
Pada blok output horisontal, terdapat 5 komponen/blok utama, yaitu, driver, transistor final (sering disebut TR horisontal), FBT (flyback transformer), yoke horisontal dan EW/OW adjusment (pada jenis TV flat).
Pulsa signal horisontal dari osilator horisontal dikuatkan oleh driver horisontal yang kemudian dikuatkan lagi oleh transistor horisontal. Transistor horisontal akan memberi pulsa pada lilitan primer FBT sehingga akan muncul tegangan-tegangan di lilitan sekunder FBT. Selain itu, pulsa-pulsa pada output transistor horisontal diumpankan ke yoke horisontal untuk membelokkan elektron pada tabung/CRT secara mendatar (horisontal) dalam siklus/periode tertentu. Pada TV flat, output defleksi/yoke horisontal ini dilengkapi dengan rangkaian EW untuk mengatur derajat pembelokan elektron oleh yoke horisontal.
Blok output horisontal disupply oleh tegangan B+ dari power supply, yang kemudian oleh FBT diubah/diproses untuk menghasilkan tegangan-tegangan lainnya yang dibutuhkan (misalnya tegangan aux dan tegangan amplifier vertikal). Jadi kegagalan/kerusakan dalam horisontal output dapat menyebabkan terganggunya tegangan-tegangan pendukung bahkan dapat menyebabkan TV tidak bisa menyala/terproteksi, meskipun tegangan B+ sudah ada.
Berikut ini sedikit keterangan tentang masing-masing blok/komponen pada horisontal output.
  1. Driver Horisontal
    Amplitudo/level sinyal pulsa horisontal dari output osilator horisontal tidak cukup untuk menggerakkan transistor final secara langsung, jadi dibutuhkan penguat driver horisontal. Pada blok driver horisontal dapat ditemukan transistor driver, filter dan trafo driver horisontal. Pada beberapa jenis TV ada yang tidak menggunakan trafo horisontal melainkan dikopel langsung ke final horisontal, misalnya pada TV RCA/Saba/Thomson.
    Driver horisontal bekerja dalam rentang frekuensi tertentu sesuai dengan frekuensi horisontal pada TV. Oleh karena itu, blok driver ini sering menggunakan transformator dan filter (R dan C seri pada kolektor transistor driver) untuk menjamin bahwa frekuensi kerjanya tidak ‘keluar’ dari desain frekuensi horisontal. Selain itu, penggunaan trafo dapat mengurangi emisi frekuensi yang tidak dikehendaki sekaligus sebagai penyesuai impedansi antara output transistor driver dengan transistor final horisontal.
    Kerusakan pada blok ini antara lain pergeseran fasa, penguatan kurang, self oscillation dan osilasi parasitik. Kerusakan-kerusakan tersebut dapat menyebabkan terganggunya sistem AFC sehingga dapat menyebabkan tidak awetnya transistor final horisontal dan blok-blok output horisontal yang lain.


  1. Transistor Final atau Transistor Horisontal
    Seperti halnya transistor final pada smps, transistor output defleksi horisontal dipilih dari transistor dengan karakteristik yang mampu untuk men-switch pada frekuensi tinggi dengan arus kolektor yang cukup (frekuensi pada output horisontal TV umumnya sekitar 15 s/d 40Khz). Selain kemampuan frekuensi kerja yang cukup, tegangan colector emitor (VCE), tegangan breakdown yang cukup aman, tegangan saturasi basis (besar tegangan minimal yang dibutuhkan oleh transistor untuk menswith penuh/saturated) dan arus kolektor maksimum yang aman juga harus terpenuhi.
    Dimisalkan frekuensi kerja horisontal sebesar 15625Hz, maka transistor final tersebut akan ON dan OFF sebanyak 15625 kali perdetik. Ketika kondisi ON, terdapat arus kolektor yang tertinggi (sebaliknya terdapat tegangan kolektor yang terendah). Ketika OFF, tegangan kolektor akan naik dengan besar tegangan yang melebihi tegangan kerja dari transistor itu sendiri (sebagai akibat demagnetisasi inti trafo yang diswitch). Tegangan ini harus diblok/ditahan supaya tidak merusakkan transistor tersebut. Kapasitor snubber dan dioda dumper diperlukan untuk fungsi penahan tegangan ini. Kapasitor snubber ini oleh para bengkel sering disebut sebagai kapasitor horisontal/kapasitor kolektor horisontal.
    Guna menjaga supaya sistem penguat horisontal ini tidak berosilasi sendiri (self oscillation) yang berakibat fatal, bias basis transistor horisontal dijaga sekecil mungkin dengan impedansi basis serendah mungkin dengan resistor clamp. Pada umumnya transistor horisontal secara internal sudah dilengkapi dengan resistor clamp dan dioda dumper. Selain sebagai pelindung self oscillation, clamp ini juga berfungsi sebagai akselerator waktu yang dibutuhkan untuk membuang muatan kolektor.
    Secara praktek transistor smps reguler (tanpa Rbe dan dioda dumper) dapat digunakan sebagai transistor final horisontal, tetapi harus dilengkapi dengan Rbe dan dumper eksternal, begitu juga dengan karakteristik-karakteristik lain harus dipilih supaya penguat dapat beroperasi dengan normal dan tidak menimbulkan self-oscillation dan arus kontinu. Sebaliknya, bila transistor final horisontal digunakan untuk final smps, maka transistor tersebut akan kesulitan start/switch karena pada umumnya transistor horisontal secara internal dilengkapi dengan Rbe.

  2. Flyback Transformer (FBT)
    Tegangan utama dari FBT adalah tegangan HV anoda yang digunakan untuk menyalakan CRT, tegangan screen (G2), tegangan focus (G3), tegangan Video output, tegangan heater dan tegangan AFC. Selain tegangan-tegangan tersebut, sering juga terdapat tegangan lainnya yang digunakan untuk blok-blok lain, misalnya tegangan untuk blok output vertikal, tegangan VT, tegangan untuk IC chroma/IF dan tuner.
    Bagian primer FBT diswitch oleh transistor horisontal sehingga FBT dapat menginduksikan tegangan pada lilitan sekundernya. Tegangan HV yang dikeluarkan melalui tahap penyearahan dan pengalian/penggandaan tegangan terlebih dahulu didalam FBT hingga mencapai tegangan berkisar 20 s/d 26KV. Umumnya tegangan screen dan focus disadapkan dari sekunder HV tersebut dengan menggunakan trimpot/potensio screen dan focus.
    Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tipe alternatif FBT adalah tegangan B+ (atau tegangan primer dari FBT), aplikasi/frekuensi kerja dari FBT (digunakan sebagai TV, monitor atau fungsi yang lain), tegangan HV output (besar tegangan HV tergantung dari jenis dan besar CRT yang dipakai) dan kelengkapan tegangan sekunder. Tidak semua FBT mempunyai karakteristik yang sama, terlebih pada keluaran tegangan HV yang dikeluarkan. Misalnya tipe 154-064P dengan 154-177B, secara pin to pin keduanya sama persis tetapi output tegangan HV-nya berbeda. 154-177B lebih tinggi sekitar 2000an volt. Begitu juga pada tipe lain, misalnya FA-060 dengan FA-061.
    Sebagai contoh penerapannya, 154-064P digunakan untuk menyalakan CRT 14” sedangkan 154-177B digunakan untuk menyalakan CRT 20”. Bila CRT 14” ‘dipaksa’ diberi tegangan yang setara dengan 20” memang secara kasat mata tidak terlihat perbedaannya (bahkan gambar terlihat lebih kinclong), tetapi jumlah radiasi sinar-X akan lebih besar kuantitasnya, berbahaya dan tidak terlihat secara kasat mata (baca stiker pada CRT, ‘X-RAY WARNING : When this picture tube is ...’).
    Dimisalkan secara normal sebuah FBT dengan B+ primer 110V menghasilkan output HV sebesar 22KV berarti tegangan HV-nya sekitar 200 kali tegangan primernya, bila tegangan primernya (B+) dinaikkan menjadi 115V (dinaikkan 5V saja), maka output HVnya menjadi sekitar 23KV (naik 1000V dari nilai normalnya) yang akan mencapai ‘X-RAY Warning’ atau bahkan bila berlebihan dapat merusakkan CRT karena over voltage.
    Tegangan primer (B+) disesuaikan dengan desain secara keseluruhan. Tidak semua FBT mempunyai tegangan B+ masukan yang sama. Tujuan utama perbedaan B+ ini adalah efisiensi dan murahnya biaya produksi. Semakin tinggi desain tegangan primernya, semakin rendah arus yang dibutuhkan. Semakin rendah arus yang dibutuhkan, semakin murah transistor final dan komponen lain yang digunakan (misalnya blok SMPS). Begitu pula dengan FBT, jumlah lilitan primer akan lebih banyak, kawat primer lebih kecil, lilitan sekunder lebih sedikit, alhasil FBT lebih ringkas.
    Desain B+ yang tinggi juga berpengaruh terhadap desain induktansi yoke horisontal (semakin tinggi B+, semakin panjang lilitan yoke horisontal, semakin tinggi resistansi/induktansinya).
    Dengan kritisnya besar tegangan B+ inilah tidak heran bila tegangan B+ menjadi salah satu tegangan yang paling ‘dipelototi’ oleh sistem proteksi, yang akan terprotek bila B+ terdeteksi melebihi dari tegangan normalnya. Metode penyensoran B+ selain dengan menyensor langsung pada jalur B+, bisa juga dengan menyensor tegangan keluaran dari sekunder FBT, misalnya dengan menyensor besar tegangan pada output tegangan heater.


  1. Yoke Horisontal (H Deflection)
    Fungsi utama blok horisontal guna membelokkan elektron secara horisontal (deflection=pembelokan). Elektron dapat dibelokkan dengan magnet yang dihasilkan oleh yoke horisontal. Karena yang dibelokkan terdiri dari 3 elektron (RGB) sekaligus, maka yoke horisontal dapat dikatakan sebagai sang ‘pelukis’ pada kanvas lapisan phospor pada bagian depan CRT.
    Derajat pembelokan elektron tergantung dari tipe yoke dan CRT yang digunakan. Misalkan pada CRT s90 maka derajat pembelokannya sebesar 90 derajat, begitu juga dengan s120 yang sebesar 120 derajat. Bila yoke CRT s90 dipasang pada CRT s120, maka akan terjadi mis-landing, karena mendaratnya elektron tidak tepat pada lapisan phospor yang ada kaca depan CRT.
    Selain bentuk yang berbeda, bentuk lilitan yoke juga disesuaikan dengan CRT yang digunakan, misalnya CRT s90 (cembung) akan berbeda bentuk lilitannya dengan CRT datar/flat. Bentuk lilitan yang berbeda ini dimaksudkan untuk membentuk medan magnet yang sesuai dengan daerah landing-nya elektron.
    Umumnya lilitan yoke horisontal terdapat pada bagian dalam yoke, sedangkan lilitan bagian luar yoke merupakan lilitan output vertikal. Dalam memilih yoke alternatif yang penting dipertimbangkan adalah kesesuaian bentuk lilitan atau kesesuaian derajat CRTnya. Selain itu, besar induktansi juga sangat berpengaruh. Daripada kesulitan memikir induktansi, secara mudahnya induktansi dapat diketahui (meski berbeda asumsi) dengan mengetes hambatan dari lilitan horisontalnya. Pada TV dengan B+ 110V, lilitan horisontal terukur sekitar 2,8 s/d 3 ohm. Sedangkan pada TV dengan B+ sekitar 130V sekitar 3,5 s/d 4,5 ohm. Modifikasi sangat diperlukan bila memasang yoke yang berbeda induktansinya dengan menggunakan transformator step-down/up yoke horisontal atau menaikkan induktansinya dengan membuat lilitan yang disambung secara seri terhadap yoke.
    Tentang tranformator yoke horisontal, sebenarnya merupakan transformator step-down, digunakan untuk menurunkan tegangan yang masuk ke yoke sehingga yoke dengan hambatan/induktansi lebih rendah dapat digunakan (misalnya yoke bekas monitor komputer). Sebaliknya, bila yoke yang digunakan lebih besar dari desain mesin TV, digunakanlah transformator step-up.

  2. Pengatur EW/OW
    Seandainya kaca bagian depan sebuah CRT cembung ‘diratakan’ begitu saja, maka akan terbentuk gambar yang terlihat cekung ditengah, karena jarak antara penembak elektron dengan landingnya akan berbeda (semakin ke tengah semakin pendek). Bila digunakan untuk menampilkan gambar grid (kotak-kotak) akan terlihat kotak yang lebih kecil pada bagian tengah yang semakin kesamping semakin besar ukurannya. Atau sebaliknya bila CRT flat dicembungkan, gambar akan terlihat lebih seksi.
    Untuk mengatasi hal tersebut, dibuatlah rangkaian EW/OW yang berfungsi sebagai adjusment otomatis linearitas gambar dengan mengatur pulsa yang menggerakkan yoke horisontal. Komponen-komponen utama EW adalah penguat EW yang menguatkan sinyal pengatur EW dari IC jungle. Rangkaian EW/OW ini terletak pada blok horisontal output, umumnya menyadap kolektor transistor output horisontal dengan transistor penguat EW tersendiri beserta kapasitor dan dioda-dioda pengatur EW. Rangkaian EW/OW ini dapat ditemukan pada TV jenis flat.


SKEMA DASAR BLOK OUTPUT HORISONTAL




Masukan H-DRIVE dihubungkan ke output osilator horisontal pada IC jungle. Sinyal output horisontal kemudian dikuatkan oleh driver horisontal (Q2). Keluaran dari trafo driver horisontal (T1) dikuatkan oleh transistor final horisontal yang akhirnya menswitch FBT dengan frekuensi yang sama dengan input drivernya.
Tegangan B+ umumnya berkisar antara 90 s/d 145V tergantung dari merk dan model dari perangkat TV (lebih sering ditemukan dengan B+ 115V). Tegangan H-DRIVE VCC dapat mengambil dari B+ dengan melalui resistor (R2) atau dengan memberi tegangan drive tersendiri (misalnya 24V atau 50V). Kaki yoke/defleksi horisontal yang terhubung dengan kaki kolektor transistor horisontal umumnya disebut sebagai pin H+ (pin H positif). Masukan EW drive diambilkan dari output EW dari IC jungle (prosesor EW) dengan melalui penguat dan buffer terlebih dahulu (IC driver EW) yang kemudian dikuatkan oleh transistor EW (ralat: pada skema adalah salah ketik, yang benar adalah Q3), sering juga penguat EW ini tidak menggunakan transistor, akan tetapi menggunakan FET. Bila blok EW tidak bekerja/mengalami kerusakan, gambar akan melengkung kanan kiri.

TIPS-TIPS DAN KERUSAKAN-KERUSAKAN PADA BLOK HORISONTAL
Kerusakan yang paling sering terjadi adalah kerusakan pada tidak awetnya transistor final horisontal. Beberapa pengalaman penulis seputar transistor horisontal antara lain :
  1. Bila transistor mati dalam itungan kurang dari 3 detik diiringi suara seperti bocornya tegangan HV yang berlebihan (krak) dan transistor masih dingin, cek kapasitor snubber (kapasitor pada kaki kolektor ke gnd).

  2. Bila transistor mati dalam waktu sekitar 10 detik sampai 1 menitan, diawali dengan meningkatnya suhu transistor secara cepat dan diiringi dengan menurunnya tegangan b+ secara signifikan, cek FBT, cek yoke horisontal.

  3. Bila transistor mati dalam waktu antara 5 menit s/d 2 jam cek B+, cek yoke, cek pergeseran fasa/frekuensi horisontal yang mungkin disebabkan oleh trobelnya osilator (kristal) atau bagian driver, cek apakah transistor yg dipasang cocok dan tidak dalam kondisi overdrive (R Basis-Emitor molor), cek beban-beban pada sekunder FBT, cek juga sistem AFC/sinkronisasi.

  4. Bila transistor mati lebih dari 2 jam, cek transistornya, cek kesesuaian bias transistor yang dipasang dengan kondisi rangkaian, kasus ini sering terjadi jika penggantian tipe lain yg tidak sesuai/lebih rendah kualitasnya. Cek juga blok driver horisontal terlebih pada transistor dan komponen sekitar trafo driver horisontal (terlebih pada elko-elko blok horisontal).


MENENTUKAN KONDISI NORMAL TIDAKNYA BLOK OUTPUT HORISONTAL
Pada banyak desain TV sering ditemui adanya resistor (bernilai antara 1,5 s/d 10 ohm) yang berfungsi sebagai R fuse yang disambung secara seri dari B+ output SMPS menuju ke pin B+ FBT. Resistor tersebut dapat disalahgunakan untuk mengukur konsumsi arus oleh blok final horisontal (transistor, FBT sekaligus beban-bebannya). Semakin tinggi arus yang digunakan, semakin besar beban dari blok output horisontal.
Cara mengukur konsumsi arus dengan mengukur besar tegangan pada kaki-kaki resistor tersebut. Posisikan pengukuran pada skala 2V5, kaki resistor yang terhubung dengan output B+ dari SMPS mendapatkan colokan multitester merah, kaki resistor yang terhubung dengan pin B+ FBT mendapatkan colokan hitam, dalam keaadan menyala. Semakin tinggi tegangan yang terukur, semakin besar arus yang dikonsumsi.
Secara normalnya, berdasarkan pengalaman penulis, TV 21” dengan resistor B+ sebesar 3,3/2W terukur sekitar 0V8 s/d 1V2. Besar tegangan yang terukur tidak sama pada setiap merk TV, tergantung dari besar hambatan resistor tersebut, semakin besar hambatannya, semakin besar tegangan yang terbaca. Cara yang paling tradisional tetapi lumayan akurat adalah dengan menyalakan TV sekitar 5 menit, dimatikan, kemudian sentuh resistor tersebut, semakin panas, berarti semakin besar konsumsi arusnya. Semakin besar konsumsi arusnya, semakin tidak normal blok horisontalnya.

bersambung, BLOK 8 Output Vertikal
MEMAHAMI BLOK-BLOK DASAR TV

BLOK 6 CHROMA DAN MATRIX

Sebaiknya kita tinjau dulu sedikit informasi tentang jenis sinyal video yang sering ditemukan, antara lain :
  1. CVBS (composite video baseband signal), sinyal ini yang paling banyak ditemukan pada perangkat AV misalnya TV dan DVD player. Di dalam sinyal video analog ini terdiri dari sinyal sinkronisasi, luminance/brightness dan color hanya dengan satu kabel saja. Umumnya menggunakan colokan RCA dengan warna kuning.

  2. S-Video (separate video), menggunakan 2 kabel yang masing-masing membawa sinyal luminance (Y) dan chroma (C). Sering disebut juga sebagai sinyal Y/C.

  3. Component Video, terdiri dari beberapa sinyal yang terpisah, umumnya terdiri dari 3 kabel. Jenis format ini merupakan yang terbaik karena masing-masing sinyal benar-benar terpisah. Pada sistem TV umumnya terdiri dari sinyal Y, sinyal R-Y (merah dikurangi Y) dan B-Y (biru dikurangi Y). Selisih pengurangan tersebut yang berisi warna sesungguhnya dari gambar yang ditampilkan. Contoh lain jenis Component Video adalah Y, Pr, Pb yang merupakan pengembangan dari Y, R-Y, B-Y di atas.


Chrominance dan Matrix

Di dalam sinyal video CVBS yang diproses terdiri dari sinyal sinkronisasi, sinyal luminance (brightness) dan sinyal color/warna. Masing-masing saling berhubungan dan tersinkronisasi. Sinyal sinkronisasi digunakan sebagai pemandu/pengunci osilator-osilator jungle (vertikal dan horisontal), sinyal luminance (Y) berfungsi mengeset kuantitas elektron/brightness (terang-tidaknya gambar) dan sinyal warna (color/chroma) yang berisi elemen-elemen warna. Sinyal chroma terdiri dari beberapa sinyal warna dengan kuantitas warna yang ditentukan oleh besar level saturation, semakin tinggi levelnya semakin banyak warna yang dihasilkan/didekoder. Sinyal-sinyal warna yang telah terdeteksi dan terdekoder tersebut akan dicampur dengan sinyal luminance (Y) oleh blok matrik guna menghasilkan warna-warna yang ditampilkan (secara mudahnya dapat dikatakan sebagai peracik dari 3 warna RGB menjadi warna yang full color).
Pada sistem TV, sinyal CVBS yang masuk dipecah menjadi dua sinyal dengan melalui filter, salah satu menuju ke bagian pemisah sinkronisasi guna menghasilkan sinkronisasi vertikal dan horisontal, satunya lagi menuju ke blok chroma. Sinyal chroma yang sudah terfiltrasi tersebut dideteksi oleh blok chroma berfungsi sebagai penentu format warnanya. PAL dan NTSC merupakan contoh dari jenis format video, termasuk jenis warnanya.
Blok chrominance dilengkapi dengan kristal yang berfungsi sebagai penghasil pulsa yang digunakan sebagai proses pendeteksian warna. Deteksi ini dilakukan secara otomatis, jika terdapat 2 kristal (misalnya 3,579 dan 4,43MHz) maka secara otomatis kristal tersebut terpilih berdasarkan sinyal chrominance yang masuk. Setelah terpilih, kristal berikut Delay-Line akan menguraikan elemen-elemen warna dalam sinyal chroma tersebut.
Sinyal-sinyal hasil proses deteksi delay-line tersebut dicampur dengan sinyal Y (luminance) dengan tujuan untuk mengeset tingkat level/kekuatan masing-masing warna yang telah terdeteksi berdasarkan sinyal luminance. Karena matrik berfungsi sebagai pencampur, maka dimungkinkan untuk ‘menyisipkan’ sinyal warna eksternal pada jalur outputnya, misalnya sinyal OSD. Selain itu, blok matrik juga berfungsi sebagai pengatur kecerahan (brightness), kontras, level warna, sharpness, clamp dan pengatur gambar secara umum.
Yang perlu diketahui, level warna dan jumlah warna adalah berbeda pengertiannya. Level warna adalah tingkat terang-tidaknya hanya satu warna, sedangkan jumlah warna adalah jumlah satuan/nama warna yang ditampilkan. Jumlah warna diatur oleh kontrol saturasi, sedangkan level warna dikontrol oleh color control. Meski berbeda, 2 kontrol tersebut berhubungan erat dengan kontrol brightness.
Kontras atau beda warna, semakin tinggi pengaturan kontras, semakin sedikit jumlah warna yang akan ditampilkan di layar, karena pada dasarnya kontras akan memotong warna-warna yang jauh dari warna primer. Prosedur pemotongannya dengan mengatur tingkat pemadaman gambar (black level) secara seragam. Umumnya black levelling diatur secara otomatis oleh sistem pengatur arus katoda (IK detector), kebalikannya adalah pengatur ABL (automatic blanking limiter).

RGB Amplifier
Output dari sistem matrik terdiri dari sinyal R, G dan B kemudian dikuatkan oleh penguat RGB yang mengatur jumlah elektron pada masing-masing katoda dalam tabung gambar (CRT). Elektron-elektron ini akan ditembakkan/dilukiskan pada lapisan fluor pada layar tabung secara horisontal oleh yoke horisontal.
Secara fisik blok ini pada umumnya terdapat pada ujung belakang dan terdapat soket untuk kaki-kaki CRT. Penguat yang dipakai menggunakan transistor berkecepatan tinggi dengan kemampuan tegangan kerja yang tinggi. Transistor-transistor ini harus mampu mengolah/menswitch tegangan katoda yang secara umum berkisar 160 hingga 200V. Semakin rendah tegangan katoda, berarti semakin rendah beda potensial antara katoda dan anoda tabung, sehingga semakin banyak elektron yang akan ditembakkan.
Selain menguatkan tegangan RGB yang berasal dari matrik, blok RGB output juga menghasilkan tegangan arus katoda, yaitu tegangan yang berbanding lurus terhadap tingkat terangnya gambar (semakin terang semakin tinggi tegangannya). Arus ini disensor dan dikerjakan dalam level tertentu, arus ini juga yang mengatur level output RGB dari blok matrik secara otomatis.

Bagaimana Jika
  1. Hanya sinyal Y saja, keadaan ini menyebabkan gambar yang ditampilkan berupa gambar hitam-putih (grey). Pada sistem tv hitam putih, televisi hanya memproses dan menampilkan sinyal Y ini hingga ke CRT.

  2. Hanya sinyal C saja, gambar tidak mungkin tercetak, karena sinyal sinkronisasi dan informasi kuantitas elektron terdapat pada sinyal Y.

  3. Kristal terganggu, akibatnya warna tidak dapat diuraikan sehingga perangkat TV hanya menampilkan sinyal Y saja hasil dari matrik.


Contoh Skema



Sinyal CVBS masukan bersumber dari switch video internal, kemudian sinyal video ini difilter guna mengambil elemen chroma dan elemen luminance (Y). Sinyal luminance langsung dihubungkan ke bagian matrik dalam IC.
Elemen chroma (sebut saja sinyal chroma), dimasukkan ke blok detektor guna mengurai warna-warna yang terdapat di dalamnya. Kristal-kristal pada rangkaian tersebut menghasilkan frekuensi yang digunakan sebagai pendekoder/pengurai warna-warna tersebut. IC secara otomatis mengunci dan memilih salah satu kristal berdasarkan format sinyal chroma. Misalnya terdeteksi PAL 4.43, maka kristal tersebut yang akan terpilih. Penguncian ini membutuhkan loop detektor karena bersistem PLL. Pin36 (loop_det) berfungsi sebagai pembanding fasa antara sinyal chroma masukan dengan frekuensi dari 2 kristal tersebut. Hasil pembandingannya, akan disinkronkan dengan pulsa FBT (FBISCO) guna memastikan bahwa frekuensi horisontal tepat sehingga lokasi/kordinat pembuatan titik warna tidak melenceng.
Warna-warna hasil dekoding terdiri dari sinyal Y, R-Y (U) dan B-Y (V) atau sinyal YUV. Sinyal-sinyal tersebut kemudian diproses tingkat kecerahan, ketajaman, level dan kontrasnya yang akhirnya menghasilkan sinyal R, G dan B. Selama pemrosesan sinyal RGB, sinyal RGB eksternal dapat disisipkan dengan memberi perintah kepada blok matrik untuk mencuplik sinyal pada pin RGBIN (fast blanking) guna mengambil sinyal pada pin masukan R, G dan B eksternal yang difungsikan sebagai masukan OSD.
Tingkat kontrasnya gambar disesuaikan dengan arus katoda dan nilai tegangan ABL tertentu secara otomatis. Jika arus katoda berlebihan atau nilai ABL mencapai ambangnya, maka output sinyal RGB akan segera dikurangi bahkan hingga dipadamkan. Fasilitas pengaturan ini secara praktis diset melalui bus data I2C melalui pin SDA dan SCL oleh IC program.
Ketika tabung CRT dimatikan, tegangan yang masih ngendon di dalam tabung dapat dihilangkan dengan cepat dengan memberi tegangan kejut sesaat pada masing-masing input RGB pada blok penguat RGB sesaat setelah sinyal RGB tidak ada/hilang. Metode ini sering disebut sebagai CRT discharging yang sering ditemukan pada rangkaian TV saat ini.
MEMAHAMI BLOK-BLOK DASAR TV

BLOK 5 OSILATOR DAN SINKRONISASI

Seperti halnya monitor komputer, perangkat penerima televisi sebenarnya berdasarkan pada prinsip kerja monitor komputer. Perbedaannya adalah pada jenis masukannya. Pada monitor komputer, masukan sudah terpisah untuk tiap sinyal, yaitu warna R, G, B dan sinkronisasi H dan V. Sedangkan pada perangkat televisi sinyal-sinyal tersebut diekstrak dari sinyal CVBS/video yang masuk.
Sinyal sinkronisasi tersebut (H-SYNC & V-SYNC) yang menentukan ukuran gambar yang terdapat dalam sinyal video. Sinyal sinkronisasi ini digunakan untuk mengendalikan atau mensinkronisasi osilator H dan osilator V pada perangkat penampil/display.

Osilator Horisontal dan Vertikal
Blok ini lebih sering disebut sebagai osilator jungle. Osilator adalah perangkat/blok yang berfungsi sebagai pembuat/generator pulsa atau frekuensi dengan frekuensi tertentu. Pada perangkat TV terdiri dari osilator horisontal dan osilator vertical. Osilator-osilator ini bekerja secara free-running yaitu bekerja pada frekuensi tertentu dan dapat berubah frekuensinya dengan toleransi pergeseran yang telah dibatasi. Perubahan frekuensi ini disebabkan karena proses sinkronisasi oleh sinyal sinkronisasi yang dibawa oleh sinyal masukan.
Pulsa keluaran osilator horisontal berbentuk persegi, besar frekuensinya berkisar 16,625Hz dan berubah berdasarkan format video yang akan ditampilkan. Pulsa horisontal ini yang akhirnya dikuatkan oleh blok horisontal output.
Pulsa gigi gergaji pada osilator vertikal digenerasikan dan dikontrol oleh V-RAMP generator (umumnya menggunakan kapasitor VRAMP). Besar frekuensi vertikal tergantung dari jenis/format video masukan antara lain 50, 60 dan 72Hz. Pulsa vertikal ini yang nantinya dikuatkan oleh blok vertikal output.

Pemisah Sinkronisasi
Didalam sinyal CVBS terkandung sinyal sinkronisasi. Sinyal CVBS ini masuk ke pemisah sinkronisasi, tujuannya guna mengambil/mengekstrak pulsa sinkronisasi horisontal dan vertikal. Pulsa sinkronisasi horisontal digunakan untuk mengontrol atau mengunci frekuensi osilator horisontal, begitu juga sinyal sinkronisasi vertikal yang digunakan untuk mengontrol atau mengunci frekuensi output vertikal.
Kerusakan pada blok pemisah sinkronisasi menyebabkan tidak terkuncinya gambar sehingga gambar yang ditampilkan tidak dapat terbentuk atau tidak dapat diam.
Pada desain saat ini, blok pemisah sinkronisasi sudah masuk dalam komponen aktif. Meskipun telah masuk, komponen-komponen aktif tersebut dilengkapi dengan pin phase loop filter (PH1LF, PH2LF), yang tak lain gunanya untuk memfilter penguncian tersebut.
Jika dihubungkan dengan tabung gambar, secara mudahnya, fungsi dari osilator horisontal sebagai pelukis/pembelok pena elektron dari kiri ke kanan (membentuk garis mendatar), sedangkan fungsi dari osilator vertikal sebagai penggeser garis yang telah dilukis oleh osilator horisontal ke atas dan kebawah dalam periode tertentu. Misalnya TV akan menampilkan format gambar sebesar 352 x 288 piksel, 50Hz, berarti horisontal akan membuat garis sebanyak 288 garis dalam periode 1/50 detik (0,02 detik) dan dalam 1 baris tersebut horisontal akan melukis/membelokkan piksel/titik sebanyak 352 kali dengan tingkat akurasi yang tinggi, oleh karena itu dibutuhkanlah sinkronisasi.

Contoh Skema



Secara internal pada IC TDA8841/42/44 terdapat blok osilator jungle dan pemisah sinkronisasi. Keluaran dari blok ini adalah pulsa horisontal dan pulsa vertikal yang akan dikuatkan oleh blok penguat horisontal dan vertikal.
Pemisah sinkronisasi mendapatkan masukan CVBS dari output swith AV yang terhubung secara internal. Keluaran pemisah sinkronisasi ini terdiri dari sinkronisasi horisontal dan vertikal. Masing-masing digunakan untuk mengunci PLL horisontal dan vertikal.
Osilator horisontal pada IC ini bekerja dengan sistem PLL (berbasis VCO) yang terkunci berdasarkan pembandingan dua sinyal yaitu sinyal sinkronisasi horisontal dan sinyal yang berasal dari osilator kristal. Pin PH1_FL merupakan loop filter berfungsi sebagai pengunci frekuensi horisontal berdasarkan sinyal sinkronisasi horisontal. Pin PH2_FL berfungsi sebagai pengunci frekuensi horisontal berdasarkan pulsa dari blok horisontal output yang umumnya diambil dari sekunder FBT. Pulsa ini dimasukkan melalui pin FBISCO (flyback input atau sandcastle output). Koneksi pada trafo FBT untuk fungsi ini umumnya disebut pin AFC. Akhirnya, hasil dari pembandingan 2 loop filter tersebut yang menentukan frekuensi keluaran pada pin H_OUT.
Osilator vertikal atau gelombang gigi gergaji digenerasikan oleh kapasitor V-RAMP pada pin V-SC (vertical sawtooth capasitor), sedangkan frekuensinya dikontrol secara internal oleh sinyal sinkronisasi vertikal. Pin V-IREF merupakan pin yang berfungsi sebagai pengunci amplitudo/level dari gelombang gigi gergaji yang digenerasikan oleh V-RAMP. Akhirnya gelombang gigi gergaji tersebut dikeluarkan melalui 2 pin keluaran vertikal (VDR_A dan VDR_B). Pin-pin output vertikal ini berbentuk differensial, yaitu salah satu sebagai output positif dan satunya lagi sebagai output negatif.
Setiap rangkaian PLL selalu membutuhkan frekuensi referensi yang stabil. Pada blok jungle ini, frekuensi referensi diambil dari kristal chrominance, pin X1 dan pin X2. kristal-kristal hanya bekerja salah satu saja dan secara otomatis terpilih berdasarkan jenis format masukan video.
Untuk mendukung keamanan dan proteksi, IC ini dilengkapi dengan pin EHT yang berfungsi sebagai sensor tegangan lebih (overvoltage) yang dikeluarkan oleh blok penguat horisontal. Jika ada tegangan yang mencapai ambang proteksi, maka osilator akan berhenti.
Penyetelan/ajustifikasi parameter-parameter pada blok ini direalisasikan melalui bus data I2C. Contoh beberapa parameter yang berhubungan dengan blok ini antara lain H-AFC, H-POS, V-SIZE, V-POS, V-LINE dan lain-lain. Kelompok parameter-parameter tersebut umumnya disebut geometry parameters.
Ketika osilator horisontal dan vertikal berhasil terkunci berdasarkan sinyal masukan, IC ini akan mengeset data VIDEO_IDENT pada register internalnya sehingga dapat digunakan oleh IC program untuk mengecek apakah ada video yang masuk atau tidak melalui bus data.
MEMAHAMI BLOK-BLOK DASAR TV

BLOK 4 AUDIO OUTPUT

Sinyal audio yang dihasilkan oleh blok SIF tidak dapat langsung di umpankan ke speaker. Sinyal tersebut harus melalui tahap-tahap penguatan, pemrosesan, limiting dan filtering yang cukup. Tujuan pemrosesan sinyal audio tersebut untuk menjamin bahwa audio yang dihasilkan masih dalam skala yang mudah ditangkap oleh telinga secara natural, jadi semakin natural semakin bagus sistem audio dari perangkat televisi.
Sedangkan fitur-fitur tambahan seperti sub woofer, surround, pengatur nada dan lain-lain hanya sebatas kosmetik dari suatu produk. Meskipun bertujuan sebagai kosmetik, aspek-aspek naturalnya sangat dipertahankan. Dua sistem audio pada televisi yang sering ditemui adalah sistem audio mono dan stereo. Pada sistem stereo, ada yang mengkloning bagian kanan/kiri dengan input mono, ada juga yang murni stereo. Sistem NICAM adalah salah satu contoh sistem stereo murni pada perangkat televisi yang output dari SIF-nya sudah stereo yang kemudian diproses hingga ke speaker dengan menggunakan perangkat yang balance.

Sound Processor (pengatur nada, efek, subwoofer, AVL)


Seperti halnya sistem audio pada umumnya, pada TV juga sering ditemui blok yang berfungsi sebagai pengatur nada, efek (surround) dan subwoofer. IC tipe AN5891K merupakan salah satu IC prosesor audio stereo yang ditargetkan penggunaannya untuk perangkat televisi. Di dalam IC tersebut sudah terdapat fasilitas pengatur nada (bass, treble), volume, super bass (sub woofer), efek (surround) dan AVL. Semua fitur ini dikontrol melalui bus I2C oleh IC program.
Banyak sekali type-type IC yang berfungsi serupa dengan fitur-fitur yang hampir sama juga, misalnya TA1343N, LV1116N (ada tambahan swith audio input), TA7630P (hanya volume, balance dan tone, kontrol analog), TDA7429 dan lain-lain. Kerusakan-kerusakan yang sering terjadi pada IC prosesor ini adalah output lemah atau tidak ada dan terdistorsinya audio dengan aktifitas bus data I2C (misalnya terdengar suara tik-tik-tik ketika sedang menaik-nurunkan volume).
Hampir sebagian besar IC-IC prosesor yang dikontrol dengan bus data mempunyai fasilitas AVL (automatic voice leveling) yang berfungsi sebagai audio AGC.

Amplifier dan Speaker


Desain-desain pada sistem audio TV mono pada umumnya tidak menggunakan pengatur nada, yang ada hanya pengatur volume saja. Pengatur volume ini dapat ditemukan dibagian IF dan kadang juga ada yang dibagian amplifier (misalnya AN5265).
Pin4 IC tersebut merupakan pin masukan kontrol volume, semakin tinggi tegangan yang masuk ke pin tersebut, semakin besar penguatannya. Untuk mendukung muting, pin3 berfungsi sebagai muting input.
Dalam desain audio amplifier pada perangkat televisi yang sangat dihindari adalah efek pump-out yang buruk. Efek ini ditimbulkan karena amplifier menarik banyak daya dari power supply, sehingga dapat mengganggu supply tegangan untuk blok-blok yang lain dalam TV. Umumnya efek pump-out ditandai dengan berkendutnya layar/gambar dengan irama mengikuti suara speaker, semakin keras suara, semakin terasa perubahan gambarnya.
Dari sekian banyaknya blok-blok dalam TV, audio amplifier merupakan salah satu blok yang paling rakus terhadap daya jadi desain amplifier dituntut untuk sehemat mungkin penggunaan dayanya hingga tidak menimbulkan efek pump-out yang signifikan.
Tegangan kerja dari amplifier dan impedansi speaker sering ditemukan dalam nilai yang lumayan tinggi, yaitu sekitar 12 s/d 20V dan impedansi speaker 16 ohm, hal ini dimaksudkan untuk menjaga supaya kualitas output dari sistem amplifier seperti yang dikehendaki (natural dan cukup keras) dengan penggunaan daya yang seirit mungkin. Coba bandingkan dengan daya amplifier radio-tape compo, misalnya tegangan 12V dengan beban speaker 4 ohm.
Selain dengan desain amplifier yang ekstra hemat daya tersebut, efek pump-out juga dikurangi dengan pengaturan sistem grounding. Yaitu dengan membuat jalur supply yang terpisah dari blok-blok yang lain, pengaturan ini sangat rumit karena melibatkan desainer jalur pcb yang tidak dengan dihubungkan begitu saja terhadap groundnya blok yang lain.

MEMAHAMI BLOK-BLOK DASAR TV

BLOK 3 AV SWITCH

Fungsi lain peralatan TV dapat digunakan untuk menampilkan audio dan video dari sumber luar, misalnya DVD, VCD dll. Untuk mendukung fungsi tersebut dibutuhkan swith pemindah sumber masukan sinyal yang sering disebut swith AV. Banyak sekali IC swith digital yang dapat difungsikan sebagai swith tersebut karena penggunaan saklar mekanik tidak lagi efektif.
IC-IC tersebut antara lain, ic swith CMOS (misalnya 4052, 4053, 4066 dll) dan IC khusus swith AV, misalnya LA7016, LA7222, M52797SP dan lain-lain. Cara pengendalian/pemindahan swithnya dengan tegangan yang dikontrol oleh IC program dengan 1 atau beberapa bit data dan pada desain yang lebih baru sering ditemukan dengan menggunakan bus data I2C.
Didalam chip TDA8840/41/42/44 sudah terdapat fasilitas swith AV internal, masing-masing adalah swith audio (mono), swith CVBS/video dan swith S-video (Y dan C). Swith-swith tersebut dikontrol dengan menggunakan bus data I2C oleh IC program.

Skema Dasar



Kembali lagi ke artikel VIF/SIF, pada artikel tersebut sudah diulas bahwa output audio yang digunakan melalui pin15 (AUD_OUT), pin ini sebenarnya merupakan output dari swith audio internal dan sudah melalui attenuator (volume control). Sedangkan input/output dari demodulator SIF terhubung langsung secara internal ke masukan swith audio tersebut. Audio eksternal dimasukkan melalui pin2 (EXT_AUD), karena pin15 merupakan output dari sistem attenuator dan sekaligus berfungsi sebagai output dari swith audio, maka sinyal EXT_AUD juga dapat diset atenuasi/volumenya.
Video eksternal terdiri dari 2 jenis masukan yaitu CVBS dan Y/C (S-video). Swith CVBS/video mempunyai 2 input, internal dan eksternal, masukan CVBS internal dihubungkan dengan output CVBS dari VIF. Seluruh kontrol swit dikontrol oleh IC program melalui bus data. Jika IC program tidak memfungsikan masuk S-video, maka pin11 (EXT_CVBS_Y) dapat digunakan sebagai masukan CVBS ketiga (internal, CVBS1 dan CVBS2).
Sinyal video keluaran dari swith video dapat dimonitor melalui pin38 (MON_OUT) yang secara praktis dapat digunakan untuk mengecek masukan mana yang sedang aktif/dipilih. Selain ‘dikeluarkan’ melalui pin monitor, sinyal video yang terpilih tersebut (CVBS_SWITCH_OUT) dimasukkan secara internal menuju blok chrominance dan blok syncronisation yang akan diulas di artikel selanjutnya.
Pada blok swith video ini, terdapat pula blok yang berfungsi sebagai detektor ada tidaknya sinyal video (video detector), outputnya adalah sinyal/data VIDEO_IDENT. Ketika IC program meminta/request status VIDEO_IDENT, maka TDA8840/41/42/44 akan mengirimkan data VIDEO_IDENT tersebut ke IC program.
Contoh fungsi VIDEO_IDENT adalah sebagai detektor ada tidaknya sinyal video, ketika IC program mengetahui tidak adanya video yang masuk, IC program akan menampilkan blue back atau setelah sekian menit masih tidak ada masukan video maka TV akan standby, dalam mode AV sekalipun.

MEMAHAMI BLOK-BLOK DASAR TV

BLOK 2 VIF DAN SIF

Frekuensi IF yang dihasilkan oleh Tuner yang outputnya mungkin bervariasi menurut standar masing-masing negara, antara lain 33.4, 33.9, 38, 38.9, 45.75 dan lain-lain. Dalam frekuensi IF ini membawa informasi-informasi yang nantinya akan didemodulasi/diuraikan menjadi sinyal aslinya (misalnya video, audio, data digital dan lain-lain). Karena besar frekuensi IF hasil dari tuner berbeda-beda tergantung model dan negaranya, maka penggantian tuner harus yang sesuai frekuensi IF-nya dengan frekuensi IF pada blok VIF dan SIF-nya.

Sekilas Tentang One-Chip TV Processor
Integrated circuit, berarti sirkuit terpadu/terintegrasi yang didalamnya terdapat beberapa fungsi sirkuit atau rangkain yang dikemas dalam satu kemasan. Begitu juga dengan IC-IC dalam desain TV saat ini. Meski di kemas dalam satu kemasan tetapi sebenarnya masih terbentuk dari blok-blok yang terpisah, dan tiap bloknya mempunyai fungsi-fungsi yang berbeda pula.
Tidak ketinggalan IC-IC dalam desain televisi analog. Beberapa tahun yang lalu, IC-IC dalam televisi hanya berfungsi tunggal, satu IC untuk satu fungsi. Pada desain saat ini, fungsi tunggal ini masih dapat ditemukan, misalnya IC power supply, penguat vertikal dan lain-lain. Salah satu IC tersebut adalah TDA884x (TDA8841/2/4), produk dari Philips semiconductor (sekarang NXP) yang menurut datasheet, deskripsinya adalah I2C controlled PAL/NTSC/SECAM TV processor. Dalam IC ini, terdapat beberapa blok yang mewakili sebagian besar fungsi pemrosesan dalam pesawat penerima televisi analog yang dikontrol secara digital dengan bus I2C yang lebih sering ditemukan pada desain-desain lebih baru. Dan IC ini yang nantinya akan Penulis coba untuk mengulas tiap-tiap blok didalamnya sesederhana mungkin.

Skema Dasar VIF dan SIF
Berikut ini merupakan skema dasar VIF dan SIF yang menggunakan IC TDA8841, TDA8842 dan TDA8844 (TDA884x). Dalam skema ini, audio dihasilkan dari proses deteksi dengan sistem intercarrier (jika pada sistem stereo/mpx, umumnya menggunakan sistem QSS dan inputnya mengambil langsung dari frekuensi IF dari tuner yang kemudian didemodulasi dengan ‘rangkaian khusus’).



Seperti telah disinggung di artikel tentang blok tuner, bahwa proses untuk menghasilkan frekuensi IF dilakukan dengan proses mixing dengan osilator lokal. Secara alami, proses pencampuran tersebut akan menghasilkan beberapa frekuensi baru sehingga frekuensi IF dari tuner tidak semata-mata hanya 1 frekuensi saja (misalnya, 38.9MHz) akan tetapi ada frekuensi-frekuensi lain yang tentunya merugikan jika langsung didemodulasi.
Pada skema di atas, fungsi dari SAW1 (saw filter) sebagai filter/pemilih frekuensi IF yang nantinya akan didemodulasi dengan frekuensi dan lebar jalur (band width) yang tertentu. Kemudian sinyal IF hasil filtrasi tersebut dimasukkan ke pin masukan IF yaitu IF_IN1 (pin48) dan pin IF_IN2 (pin49).
Sinyal video didemodulasi dengan sistem PLL yang frekuensinya dihasilkan oleh VCO internal. Frekuensi VCO ini dikalibrasikan/diset secara otomatis terhadap frekuensi acuan/referensi yang bersumber dari kristal ColorDecoder (4.433 atau 3.579MHz). Karena bersistem PLL maka secara praktis metode demodulasi sinyal video dapat direalisasikan tanpa adjusmen/penyetelan manual. Karena setiap fungsi PLL selalu membutuhkan LPF (low pass filter) pada kontrol VCO-nya, maka IC ini juga dilengkapi dengan pin yang berfungsi sebagai phase filter (pin5, IF_PLL). Dalam proses demodulasi video tersebut, juga menghasilkan tegangan kontrol AGC yang dihasilkan dari detektor kuat tidaknya sinyal yang masuk. Semakin kuat sinyal yang masuk, semakin rendah tegangan AGC yang dikeluarkan. Sedangkan fungsi dari pin AGC_DEC (pin53) adalah sebagai perata tegangan pada pin AGC_OUT (pin54). Pin AGC_DEC ini sangat penting fungsinya karena level sinyal IF yang masuk tidak selalu stabil, selalu bergejolak levelnya (naik/turun secara cepat) sehingga sangat mengganggu kecepatan respon AGC tersebut. Pada akhirnya, sinyal video yang dihasilkan dari proses demodulasi tersebut di-outputkan ke pin CVBS_OUT (pin6).
Sinyal audio didemodulasi dari sinyal CVBS dari output blok VIF (intercarrier, modulasi FM). Pada skema di atas, pin masukan SIF_IN (pin1) diberi masukan sinyal SIF yang diambil dari sinyal output CVBS yang telah dikuatkan oleh transistor dengan melalui filter BPF terlebih dahulu (karena yang diambil hanya elemen suara saja).
Sinyal intercarrier yang telah terfilter tersebut, akhirnya didemodulasi oleh rangkaian SIF FM demodulator yang berbasis PLL juga. PLL ini tertala secara otomatis tergantung dari sinyal yang masuk, jadi tidak perlu ada penalaan manual. Pin A_DEEMP (pin55) berfungsi sebagai deemphasis yang memperbaiki nilai S/N ratio (signal to noise). Sedang pin A_DEM_DEC (pin56) bertujuan untuk memperbaiki respon penguncian PLL SIF. Sinyal audio hasil demodulasi akhirnya di-output-kan pada pin15 (A_OUT) untuk menuju ke penguat audio hingga ke speaker.
Sebelum diproses pada tahap berikutnya, sinyal video (CVBS) yang masih mengandung modulasi suara tersebut difilter dengan notch filter untuk menghilangkan elemen modulasi suara. Dalam sinyal video ini, sudah terdapat informasi color, greyscale level, syncronisasi dll, jadi lebih sering dikatakan sebagai composite video.

Fungsi-fungsi Lain
  1. AFT
    Seperti pada desain-desain IC pendahulunya, pada sistem VIF juga terdapat AFT yang berfungsi untuk menjaga frekuensi yang tertala tetap ditempatnya. Selain itu, AFT juga dapat digunakan sebagai sinyal pandu apakah tuner sedang menerima sinyal yang valid atau tidak. Ketika blok VIF ini menerima sinyal yang valid, maka blok ini akan mengirimkan data status AFT ke IC program melalui bus I2C, yang nantinya IC program akan tahu jika ada sinyal yang tertala atau tidak (misalnya dengan menampilkan blue back).

  2. Volume Control
    Pada blok SIF IC ini juga dilengkapi dengan volume control. Volume control ini diatur dengan data yang dikirimkan oleh IC program melalui bus I2C. Audio yang keluar dari pin A_OUT (pin15) merupakan sinyal yang telah melalui tahap volume control sehingga dapat dikontrol volumenya. Sedangkan pin A_DEEMP selain sebagai deemphasis, juga dapat difungsikan sebagai audio out tanpa melalui volume control.

  3. Automatic Volume Levelling
    Setiap channel siaran yang diterima tidak selalu sama level audionya. Level audio ini juga dapat dipengaruhi oleh buruk tidaknya penangkapan sinyal. Pada IC TDA8840/42/44/46 sudah terdapat AVL. Fungsi utamanya untuk menyetabilkan output audio dari level yang berlebihan (limiter). Cara kerjanya secara internal dan mirip dengan cara kerja AGC. Seperti pada fungsi-fungsi yang lain, fungsi AVL dapat dinonaktifkan atau diaktifkan lewat bus I2C oleh IC program.


Kerusakan-kerusakan yang Sering Terjadi pada Blok IF
Beberapa kerusakan yang dimaksud berikut ini bukan bersumber dari IC itu sendiri, tapi dari komponen-komponen pendukung IC.
  1. AGC tidak bekerja, kerusakan ini ditandai dengan tidak tertala-nya sinyal oleh tuner, kalo mungkin tertala, kualitasnya akan jauh sekali dari normalnya (ada semutnya). Dan yang terparah tidak dapat menerima siaran sama sekali. Untuk memastikan kerusakan pada AGC, dapat dengan mudah ditemukan dengan mengetes tegangan pada pin AGC_OUT, normalnya ada tegangan yang mengikuti level sinyal yang tertangkap oleh tuner.

  2. Cacat modulasi/gambar, terganggunya gambar/audio pada IC TDA8840/1/2/4 ini mungkin disebabkan karena sistem AGC yang bermasalah. Desain pada IC ini mempunyai gain/penguatan yang cukup besar jika dibandingkan dengan IC sejenis/selevel lainnya. Jadi, komponen-komponen penunjang AGC dalam IC ini cukup kritis.

  3. Tidak tepatnya penerimaan meskipun sudah diset adjusmen IF-nya, disebabkan karena komponen pendukung pada pin IF_PLL ada yang bermasalah. Cirinya adalah gambar tidak sinkron, tidak ada suara. Kerusakan bisa dikatakan sama dengan IC pendahulunya yang trafo Ifnya bergeser talaannya.

  4. Gambar bersemut, meski AGC normal yang dapat disebabkan oleh blok penguat IF dari output IF tuner termasuk SAW filter yang bermasalah.

  5. Suara tidak ada, kalo ada terganggu noise padahal gambar bersih dan tepat. Kasus ini mungkin disebabkan karena BPF untuk SIF bermasalah, cek CF-nya. Atau jika menggunakan sound system yang multi, pilih yang sesuai dengan format di Indonesia (PAL-BG).

MEMAHAMI BLOK-BLOK DASAR TV

Tidak lepas dari blok-blok perangkat TV yang segitu banyaknya, Penulis berusaha untuk mengulas beberapa blok saja tetapi dengan cara yang sedikit berbeda, yaitu blok-blok berdasarkan fungsi dari komponen aktif berikut penjelasan sekadarnya yang Penulis sesuaikan dengan kondisi desain saat ini. Komponen aktif tersebut mungkin saja hanya bagian kecil dari blok yang berada dalam sebuah IC TV atau 1 blok utuh (modul), misalnya tuner.
Sebelum melanjutkan, sebaiknya para Pembaca sudah mengetahui susunan diagram blok dan cara kerja sebuah perangkat TV hitam putih (B/W) dan perangkat TV warna sekaligus dapat membedakan perbedaan bloknya. Banyak sekali literatur-literatur yang menerangkan susunan sistem blok perangkat TV dimaksud.

PEMBATASAN MASALAH
Guna membatasi topik, Penulis hanya mengulas blok-blok dasar, analisa kerusakan-kerusakan beserta tips-tips perbaikan. Semua ulasan ini hanya dibatasi pada blok-blok TV analog yang menggunakan CRT (cathode ray tube) tetapi tidak menutup kemungkinan untuk menyinggung komponen/blok pada jenis tv lainnya.

BLOK 1 TUNER
Fungsi utama tuner adalah untuk menala frekuensi radio kemudian frekuensi yang tertala tersebut diubah menjadi frekuensi baru yang dinamakan frekuensi IF. Frekuensi IF ini yang berisi informasi-informasi/data-data yang dibawa oleh carier/frekuensi radio yang dipancarkan yang nantinya diproses dan diurai menjadi informasi-informasi yang terpisah (mudahnya, jika pada TV yaitu sinyal video dan sinyal audio).
Metode untuk menghasilkan IF umumnya menggunakan metode mixing (pecampuran/heterodyning) dengan osilator lokal, selisih pengurangan atau penjumlahan antara frekuensi lokal dengan frekuensi yang ditala tersebut dinamakan intermediate frequency (IF) yang umumnya besarnya jauh sekali di bawah dari 2 frekuensi yang dicampur tersebut.
Besarnya frekuensi IF yang dihasilkan tuner sangat bervariasi, paling sering dijumpai sekitar 38,9MHz (TDQ-38), kadang ada juga yang 44MHz. Frekuensi IF inilah yang akan diproses/didekoder oleh rangkaian IF hingga akhirnya dihasilkan gambar, suara atau informasi-informasi lain misalnya data teletext, multiplex/nicam dan lain-lain.

Skema/diagram Blok Dasar Tuner 1 Band



Di atas adalah diagram blok tuner 1 band dan tidak jauh berbeda untuk band yang lain. Sinyal RF diterima oleh antena kemudian ditala/dipilih oleh rangkaian tala pada penguat RF pertama kemudian dimasukan ke rangkaian mixer, mixer ini berfungsi untuk mencampur frekuensi yang telah terpilih dan dikuatkan oleh penguat RF pertama dengan frekuensi lokal yang tertala juga. Dari proses mixing tersebut, dihasilkan beberapa frekuensi baru yang salah satunya dikuatkan dan difilter untuk menghasilkan frekuensi IF. Karena frekuensi IF yang dihasilkan harus dipertahankan pada frekuensi tertentu, maka semua rangkaian tala harus dalam posisi yang selaras, artinya, jika rangkaian tala/pemilih digeser naik 1MHz, osilator juga digeser naik 1MHz juga, keduanya secara bersamaan.
Rangkaian tala umumnya terdiri dari induktor dan kapasitor yang tersusun secara paralel (membentuk band pass filter atau perangkap gelombang). Pada umumnya, rangkaian tala pada osilator lokal juga mempunyai bentuk yang sama pula. Sedangkan metode-metode penggeseran/pemilihan frekuensi dengan menggeser nilai capasitor dalam rangkaian resonansinya, dapat menggunakan varco atau menggunakan dioda varaktor. Dioda varaktor ini bekerja mirip dengan kapasitor trimmer, tetapi dengan kontrol tegangan. Semakin tinggi tegangan yang masuk, semakin rendah nilai kapasitansi varactor, semakin rendah nilai kapasitor, semakin tinggi frekuensi yang tertala atau yang dihasilkan oleh osilator lokal.

Jenis-jenis Tuner
Banyak sekali jenis tuner TV, tetapi Penulis di sini hanya mengulas 3 jenis tuner saja yang Penulis kelompokkan dari metode penggeseran frekuensi dan yang sering ditemui.
  1. Tuner Biasa/manual, tuner ini dapat ditemukan pada TV-TV model lama yang manual, metode penggeserannya menggunakan varco yang dilengkapi dengan knop. Umumnya terdiri dari 1 band saja untuk satu modul tuner.

  2. Tuner VT, metode penggeserannya sudah menggunakan tegangan sebagai kontrolnya, reactor aktifnya menggunakan dioda varactor (variable reactor). Ciri utamanya, masih menggunakan pin/kaki yang berfungsi sebagai masukan tegangan kontrol frekuensi yang dinamakan kaki VT (voltage tune). Besar tegangan VT dalam rentang 0 s/d 30an volt. Pada model TV lama, tegangan VT ini dihasilkan oleh potensio/trimpot pemilih channel/gelombang. Sedangkan pada model yang lebih baru, sudah menggunakan IC program untuk mengontrolnya.

  3. Tuner PLL. Secara internal, metode penggeseran sama dengan tuner VT, perbedaannya, di dalam tuner tersebut sudah dilengkapi rangkaian PLL. Karena yang digunakan adalah PLL/synthesizer, maka cara penggeserannya cukup dengan data yang dikirimkan oleh IC program ke prosesor PLL dalam tuner tersebut. Umumnya menggunakan bus data berjenis I2C, karena bus data jenis ini sudah lazim dipakai pada desain perangkat televisi. Ciri utama tuner ini adalah adanya kaki/pin SDA dan SCL, dan juga pin untuk sumber tegangan VT tetap.


Fungsi-fungsi Kaki pada Tuner
  1. AGC, Automatic Gain Control. Tidak semua gelombang RF yang diterima mempunyai daya yang sama, ada yang jernih ada juga yang kurang. Ada sinyal yang kuat juga ada yang lemah. Guna mengatasinya, dibuatkan pin/kaki AGC yang berfungsi untuk mengatur penguatan secara otomatis, level tegangan pada pin ini secara otomatis akan mengikuti tingkat level kuat tidaknya sinyal RF yang masuk, tegangan berasal dari blok IF. Cara kerjanya secara umum yaitu semakin kuat sinyal RF yang masuk/ditala, semakin kecil tegangan pada pin ini. Tegangan yang bervariasi pada pin ini bersumber dari penguat AGC pada blok IF.

  2. AFT, Automatic Fine Tuning. Osilator lokal pada tuner umumnya berjenis VFO (variable frequency oscillator), yang berciri khas mudah digeser sekaligus mudah bergeser sendiri, sehingga dapat sedikit menggeser talaan yang dilakukan oleh tegangan VT. AFT digunakan untuk ‘mengembalikan’ frekuensi yang bergeser tersebut dalam rentang yang relatif sempit. Jika talaan bergeser melebihi ambang AFT, maka VT yang digunakan untuk fungsi ‘mengembalikan’ talaan tersebut.

  3. VT, Voltage Tune. Di awal sudah disinggung fungsi dari VT, yaitu untuk menggeser frekuensi tuner berdasarkan tegangan yang diberikan ke pin ini. Tegangan VT ini umumnya dikontrol oleh pemilih channel. Jika pemilih channelnya menggunakan IC program, maka pengontrol besar tegangan pada VT adalah IC program. Ketika proses Search, normalnya akan terukur tegangan pada pin ini dimulai dari 0V dan beranjak naik hingga sekitar 33V.

  4. SDA, SCL. Pin ini dapat ditemukan pada tuner-tuner model PLL. Berfungsi sebagai jalur pengontrol tuner, hampir semua fungsi dalam tuner dapat dikontrol oleh bus data ini. Tuner-tuner PLL, tidak lagi menggunakan tegangan VT untuk menggeser frekuensi tuner, tetapi dengan data yang dikirimkan ke tuner, maka tuner secara otomatis akan mengeset VT-nya sendiri berdasarkan data yang dikirimkan oleh IC program/controller.

  5. BM, BP. Adalah pin supply tegangan untuk tuner. Tegangan kerja sebuah tuner bervariasi, tergantung tipe dan model. Banyak ditemui yang mengkonsumsi tegangan 5, 9 dan 12V.

  6. BL, BH, BU. Merupakan pin supply tegangan untuk tiap band. Fungsinya untuk memberi tegangan blok band rangkaian tuner. Pin BM pada tuner dipakai untuk mensupply blok penguat IF, sedangkan pin BL, BH dan BU digunakan untuk mensupply blok-blok dari tiap band pada tuner sehingga fungsi utamanya sebagai pemilih band dari tuner tersebut, caranya dengan memberi tegangan pada salah satu pin band tersebut.

  7. BAND A, BAND B. Berbeda dengan pin band supply di atas, pin ini juga berfungsi sebagai pemilih band. Untuk memilih band tinggal memberi tegangan (umumnya dalam level logik, 5V) berdasarkan bilangan biner 2 bit, bit pertama band_B dan bit kedua adalah band_A. Sedangkan bilangan biner 2 bit secara urut adalah, 00, 01, 10 dan 11, jadi memungkinkan untuk membuat/memilih 4 kombinasi hanya dengan 2 pin ini.

  8. IF-O. Pin ini merupakan pin keluaran dari modul tuner. Ada yang cuma 1 pin IF out ada juga yang 2 IF out. Keluaran dari pin ini yang akhirnya didekoder/diproses oleh rangkaian/blok IF.

  9. Pin-pin lainnya, biasanya berfungsi lebih spesifik dan tidak begitu populer misalnya Tuner Address.


Kerusakan-kerusakan pada Tuner
  1. Tidak bisa menangkap gelombang, penyebabnya antara lain : 1. pin Antena lepas, untuk mengeceknya tinggal membuka penutup/casing tuner. Biasanya hanya dengan solder ulang. 2. AGC yang tidak bekerja, prinsip dasar AGC adalah memberikan tegangan bias kepada tuner yang besar tegangannya disesuaikan secara otomatis oleh kuatnya sinyal yang masuk. Semakin besar/kuat sinyal yang masuk, semakin kecil tegangan pada pin AGC. Dan 3. IF out tidak ada yang mungkin disebabkan rusaknya blok mixer.

  2. Gelombang bergeser, sering disebabkan karena varaktor tidak lagi mampu mempertahankan nilainya, juga sering disebabkan oleh sistem AFT pada bagian IF yang bermasalah.

  3. Tidak bisa diset/dipilih band-nya, sistem band swith umumnya menggunakan dioda, dengan dioda yang bocor, dapat menyebabkan bocornya tegangan ke pemilih band yang lain.


Kompleks??? Mungkin tidak …

Tiap produsen akan selalu mengembangkan desain produknya. Dalam prosesnya, terdapat salah satu aspek pengembangan yang sangat dipertahankan adalah kompatibilitas produk untuk pengembangan selanjutnya. Produsen semikonduktor juga melakukan hal yang sama.

Mencari dan Mengidentifikasi Jalur pada TV

Kegiatan perbaikan perangkat elektronik tidak lepas dari pengurutan jalur-jalur dan identifikasi jalur. Sebenarnya, cara yang terbaik adalah dengan menghafalkan fungsi kaki-kaki dari IC yang penting-penting saja. Tidak harus menghafal, tetapi seiring dengan perjalanan pengalaman servis, Penulis yakin fungsi-fungsi pin tersebut akan hafal dengan sendirinya.

Saking banyaknya jalur beserta fungsi yang berbeda, untuk membatasi masalah, Penulis hanya mengulas beberapa jalur-jalur penting yang telah menjadi Favorite bengkel elektronik, terlebih TV.

BEBERAPA PENYEBAB KERUSAKAN PADA PERANGKAT TV

Dengan mengetahui penyebab kerusakan TV, sangat membantu dalam proses servis disamping ‘cerita’ dari yang punya. Setelah sekian waktu masih menjalani profesi sebagai servis elektronik, alhamdulillah dapat terkumpul beberapa penyebab kerusakan pada perangkat elektronik terlebih pada TV berdasarkan pengalaman Penulis.

Sistem Proteksi/pengaman pada TV

Sistem Standby TV

Sebelum mengulas lebih jauh tentang proteksi, sebaiknya diulas dulu sistem ON/OFF atau sistem standby dari perangkat TV. Metode-metode standby antara lain :
TDA8841 VS TDA8841-S1


Beberapa minggu yang lalu, teman Penulis mendapatkan garapan TV Polytron 123 (memakai IC TDA8841), kerusakan awalnya gambar tiba-tiba menjadi merah (mirip katoda R short), setelah disolder ulang IC dan seputaran RGB out kemudian dicoba ternyata TV malah mati (H-OUT tidak ada)!?!?!? Akhirnya mesin TV dibawa ke tempat Penulis.
Setelah Penulis melakukan pengecekan, ternyata IC TDA8841 rusak dan perlu penggantian. Karena gak ada persediaan IC tersebut, mulailah berburu ke toko, toko pertama habis, toko kedua habis, akhirnya didapatkan di toko ketiga dengan nomor seri tidak sama persis TDA8841 tetapi ada tambahannya S1 dibelakang nomor serinya (TDA8841 S1) cetakan timbul (gak sablonan), dalam hati bertanya-tanya bisa gak ya dipasang???

IC dipasang, cek sana-sini, tv dinyalakan eeeeh… muncul tulisan dilayar (gedhe lagi), SELAMAT ANDA BERUNTUNG TELAH MENDAPATKAN BONUS VERTIKAL TIDAK BEKERJA, ternyata IC JRC2068 rusak, setelah diganti dengan 4558 vertikal sudah bisa normal.
Tidak berhenti disitu, ternyata masih ada bonus lainnya, gambar gelap, hanya OSDnya saja yang terang. Dicoba autosearch, ada sinyal tapi gak mau nyantol… waduuuuh… dimulai lagi pertandingannya, cek data servis gak ada yang mencurigakan. Komponen-komponen penting diseputar IC juga tidak ada yang mencurigakan. Akhirnya, pertanyaan favorit bengkel yang sedang pusing kembali muncul… Apakah memang ICnya yang gak cocok???

Jika diamati dari harga, bentuk dan cetakan type ic yang tidak disablon (timbul/dop) sudah bisa dipastikan kalo IC tersebut memang asli, trus kalo asli mengapa gak langsung jreng??? Apa mungkin gara-gara ada tambahan S1 dibelakangnya???

Sehari kemudian, pertandingan mulai dilanjutkan, kali ini diawali dengan membaca datasheet tetapi tidak ada informasi tentang ‘tambahan’ S1 didalamnya. Akhirnya, dengan modifikasi ala kadarnya, alhamdulillah tv tersebut takluk juga. Agar tidak pusing, berikut gambar sebelum, sesudah modifikasi dan sedikit keterangan.



  1. Pertama kali kecurigaan timbul pada gelapnya gambar, mungkin disebabkan sinyal video yang tidak sempurna masuk ke prosesor gambar. Dengan melepas C 18pf pada pin Y-O (pin28), kemudian menghubungkan pin Y-O ke Y-I, alhasil gambar sudah bisa muncul dilayar dengan terang, warna tidak ada, gambar cenderung cyanis (abu-abu kehijau-hijauan) dan gambar seperti kehilangan sinkronisasi (ngolat-ngolet). Dicoba AutoSearch tetap gak ada yang nyantol. (sebagai referensi, sinyal Y adalah sinyal video + sinyal sinkronisasi, tanpa sinyal colour/chrominance, umumnya mewakili satu elemen warna saja)
  2. Terganggunya sinkronisasi pada TV model ini, yang lama sebelumnya sudah diketahui biangnya, akhirnya Penulis turunkan AGCnya (dengan menaikkan angka AGC di data servis) hingga didapatkan gambar yang kesemutan, tetapi sudah tidak ngolat-ngolet lagi. Dicoba autosearch tetap tidak nyantol.
  3. Karena gambar masih cyanis (karena kehilangan sinyal R-Y dan B-Y), akhirnya Penulis hubungkan pin BY-O (pin29) ke BY-I (pin31) dan pin RY-O (pin30) ke RY-I (pin32), alhasil warna sudah muncul dan normal, tetapi masih kesemutan (karena sebelumnya AGC diturunkan). Dicoba AutoSearch tetap tidak nyantol.
  4. Selanjutnya masuk keservis mode, naikkan nilai AGCnya (pada nilai standar = sekitar 25), eeeeeeeh … gambar kok kembali ngolat-ngolet, waduh-waduuuuh apa lagi nih.
  5. Sekarang kecurigaan berpindah ke jalur AGC, karena IC type ini komponen-komponen pendukung AGC sangat kritis. Langsung saja Penulis tuju pada pin AGC-DEC (AGC decuopling, filter penguatan AGC), diamati ada resistor yang menuju transistor, ternyata fungsi transistor ini sebagai ‘pemberitahu’ kepada IC program, umumnya disebut AFT. Pertanyaan kembali muncul, apa hubungannya AFT sama AGC decoupling??? karena secara umum (pada jenis TV lain) tidak ada hubungannya, Penulis beranikan untuk melepas resistor (10K) tersebut. Gambar langsung jreng, kinclong dan normal sekali. Karena sebelumnya resistor tersebut sudah diketahui fungsinya (sebagai AFT), sehingga AutoSearch jelas tidak nyantol.
  6. Akhirnya, dengan coba-coba, Penulis naikkan resistansinya hingga berpuluh-puluh kali, didapatkan nilai 220K. Dinaikkan sampai jauh sekali tersebut tujuannya agar tidak membebani/mengurangi tegangan AGC decoupling, tetapi masih dalam rentang AFT yang normal. (sebagai referensi, semakin rendah tegangan pada AGC, semakin tinggi tegangan AGC out yang menuju ke tuner = semakin peka tuner. Begitu juga jika tuner mendapatkan sinyal, tegangan pada pin ini juga menyesuaikan level sinyal yang masuk, sehingga dapat ‘disalahgunakan’ untuk fungsi AFT, cukup realistis bukan?)
  7. Terakhir, cek kembali data servisnya, set pada nilai-nilai yang sesuai. Setelah selesai, kembali mendapatkan bonus (tulisan nggak muncul dilayar lho…), suara mati sebelah, dicek ternyata spekernya putus… waduh-waduuuuh… bonus lagi… bonus lagi…

Catatan Tambahan


TDA8841 bisa diganti dengan TDA8842 asal protocol IC program support untuk IC type tersebut (jika dipasang pada TV polytron 123 tidak ada masalah).

Tugas Pembaca


Silahkan cari tahu sendiri perbedaan antara TDA8841 tanpa embel-embel dengan TDA8841 S1. Alhamdulillah Penulis sudah menemukan maksud dari tambahan S1 tersebut dan tidak Penulis kemukakan pada artikel ini, terima kasih, semoga bermanfaat, sukses untuk semua.

Kembali ke daftar isi

SMPS/Power Supply Nyeleneh (Jenis Buck Converter)

SMPS yang akan diulas di sini mempunyai cara kerja yang sedikit ‘nyeleneh’, lihat saja ouputnya, B+ output diambil langsung dari kaki transformator alias tidak lazim bagi rangkaian power supply pada umumnya. SMPS jenis ini dapat dijumpai di produk TV Panasonic Gold Series. Dengan cara kerja yang sedikit ‘nyeleneh’ tersebut menjadikan SMPS model ini menjadi ‘favorite things’ bagi beberapa bengkel teman Penulis.