MEMAHAMI BLOK-BLOK DASAR TV

BLOK 7 HORISONTAL OUTPUT

Output power supply pada pesawat televisi sering ditemukan untuk mensupply tegangan-tegangan yang dipakai sebagian besar oleh blok-blok televisi, misalnya pada sasis mesin china, output power supply terdiri dari B+ (sekitar 90 s/d 140V), tegangan aux dan V_standby (v_aux, umumnya 12V), tegangan v_sound (16V), tegangan amplifier vertikal (24V), tegangan video output (180V).
Berbeda dengan sasis jenis lainnya, power supply yang terpasang hanya untuk sebagian kecil dari kebutuhan tegangan pada pesawat televisi (hanya terdiri dari B+, v_standby dan v_sound). Sedangkan tegangan-tegangan lainnya disupply oleh trafo flyback (FBT). Jadi bisa dikatakan bahwa blok power supply pada TV sebagai sumber tegangan primer dan FBT merupakan sumber tegangan sekunder (yang mengolah tegangan B+ dari power supply menjadi beberapa tegangan sekunder yang dibutuhkan).
Pada blok output horisontal, terdapat 5 komponen/blok utama, yaitu, driver, transistor final (sering disebut TR horisontal), FBT (flyback transformer), yoke horisontal dan EW/OW adjusment (pada jenis TV flat).
Pulsa signal horisontal dari osilator horisontal dikuatkan oleh driver horisontal yang kemudian dikuatkan lagi oleh transistor horisontal. Transistor horisontal akan memberi pulsa pada lilitan primer FBT sehingga akan muncul tegangan-tegangan di lilitan sekunder FBT. Selain itu, pulsa-pulsa pada output transistor horisontal diumpankan ke yoke horisontal untuk membelokkan elektron pada tabung/CRT secara mendatar (horisontal) dalam siklus/periode tertentu. Pada TV flat, output defleksi/yoke horisontal ini dilengkapi dengan rangkaian EW untuk mengatur derajat pembelokan elektron oleh yoke horisontal.
Blok output horisontal disupply oleh tegangan B+ dari power supply, yang kemudian oleh FBT diubah/diproses untuk menghasilkan tegangan-tegangan lainnya yang dibutuhkan (misalnya tegangan aux dan tegangan amplifier vertikal). Jadi kegagalan/kerusakan dalam horisontal output dapat menyebabkan terganggunya tegangan-tegangan pendukung bahkan dapat menyebabkan TV tidak bisa menyala/terproteksi, meskipun tegangan B+ sudah ada.
Berikut ini sedikit keterangan tentang masing-masing blok/komponen pada horisontal output.
  1. Driver Horisontal
    Amplitudo/level sinyal pulsa horisontal dari output osilator horisontal tidak cukup untuk menggerakkan transistor final secara langsung, jadi dibutuhkan penguat driver horisontal. Pada blok driver horisontal dapat ditemukan transistor driver, filter dan trafo driver horisontal. Pada beberapa jenis TV ada yang tidak menggunakan trafo horisontal melainkan dikopel langsung ke final horisontal, misalnya pada TV RCA/Saba/Thomson.
    Driver horisontal bekerja dalam rentang frekuensi tertentu sesuai dengan frekuensi horisontal pada TV. Oleh karena itu, blok driver ini sering menggunakan transformator dan filter (R dan C seri pada kolektor transistor driver) untuk menjamin bahwa frekuensi kerjanya tidak ‘keluar’ dari desain frekuensi horisontal. Selain itu, penggunaan trafo dapat mengurangi emisi frekuensi yang tidak dikehendaki sekaligus sebagai penyesuai impedansi antara output transistor driver dengan transistor final horisontal.
    Kerusakan pada blok ini antara lain pergeseran fasa, penguatan kurang, self oscillation dan osilasi parasitik. Kerusakan-kerusakan tersebut dapat menyebabkan terganggunya sistem AFC sehingga dapat menyebabkan tidak awetnya transistor final horisontal dan blok-blok output horisontal yang lain.


  1. Transistor Final atau Transistor Horisontal
    Seperti halnya transistor final pada smps, transistor output defleksi horisontal dipilih dari transistor dengan karakteristik yang mampu untuk men-switch pada frekuensi tinggi dengan arus kolektor yang cukup (frekuensi pada output horisontal TV umumnya sekitar 15 s/d 40Khz). Selain kemampuan frekuensi kerja yang cukup, tegangan colector emitor (VCE), tegangan breakdown yang cukup aman, tegangan saturasi basis (besar tegangan minimal yang dibutuhkan oleh transistor untuk menswith penuh/saturated) dan arus kolektor maksimum yang aman juga harus terpenuhi.
    Dimisalkan frekuensi kerja horisontal sebesar 15625Hz, maka transistor final tersebut akan ON dan OFF sebanyak 15625 kali perdetik. Ketika kondisi ON, terdapat arus kolektor yang tertinggi (sebaliknya terdapat tegangan kolektor yang terendah). Ketika OFF, tegangan kolektor akan naik dengan besar tegangan yang melebihi tegangan kerja dari transistor itu sendiri (sebagai akibat demagnetisasi inti trafo yang diswitch). Tegangan ini harus diblok/ditahan supaya tidak merusakkan transistor tersebut. Kapasitor snubber dan dioda dumper diperlukan untuk fungsi penahan tegangan ini. Kapasitor snubber ini oleh para bengkel sering disebut sebagai kapasitor horisontal/kapasitor kolektor horisontal.
    Guna menjaga supaya sistem penguat horisontal ini tidak berosilasi sendiri (self oscillation) yang berakibat fatal, bias basis transistor horisontal dijaga sekecil mungkin dengan impedansi basis serendah mungkin dengan resistor clamp. Pada umumnya transistor horisontal secara internal sudah dilengkapi dengan resistor clamp dan dioda dumper. Selain sebagai pelindung self oscillation, clamp ini juga berfungsi sebagai akselerator waktu yang dibutuhkan untuk membuang muatan kolektor.
    Secara praktek transistor smps reguler (tanpa Rbe dan dioda dumper) dapat digunakan sebagai transistor final horisontal, tetapi harus dilengkapi dengan Rbe dan dumper eksternal, begitu juga dengan karakteristik-karakteristik lain harus dipilih supaya penguat dapat beroperasi dengan normal dan tidak menimbulkan self-oscillation dan arus kontinu. Sebaliknya, bila transistor final horisontal digunakan untuk final smps, maka transistor tersebut akan kesulitan start/switch karena pada umumnya transistor horisontal secara internal dilengkapi dengan Rbe.

  2. Flyback Transformer (FBT)
    Tegangan utama dari FBT adalah tegangan HV anoda yang digunakan untuk menyalakan CRT, tegangan screen (G2), tegangan focus (G3), tegangan Video output, tegangan heater dan tegangan AFC. Selain tegangan-tegangan tersebut, sering juga terdapat tegangan lainnya yang digunakan untuk blok-blok lain, misalnya tegangan untuk blok output vertikal, tegangan VT, tegangan untuk IC chroma/IF dan tuner.
    Bagian primer FBT diswitch oleh transistor horisontal sehingga FBT dapat menginduksikan tegangan pada lilitan sekundernya. Tegangan HV yang dikeluarkan melalui tahap penyearahan dan pengalian/penggandaan tegangan terlebih dahulu didalam FBT hingga mencapai tegangan berkisar 20 s/d 26KV. Umumnya tegangan screen dan focus disadapkan dari sekunder HV tersebut dengan menggunakan trimpot/potensio screen dan focus.
    Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tipe alternatif FBT adalah tegangan B+ (atau tegangan primer dari FBT), aplikasi/frekuensi kerja dari FBT (digunakan sebagai TV, monitor atau fungsi yang lain), tegangan HV output (besar tegangan HV tergantung dari jenis dan besar CRT yang dipakai) dan kelengkapan tegangan sekunder. Tidak semua FBT mempunyai karakteristik yang sama, terlebih pada keluaran tegangan HV yang dikeluarkan. Misalnya tipe 154-064P dengan 154-177B, secara pin to pin keduanya sama persis tetapi output tegangan HV-nya berbeda. 154-177B lebih tinggi sekitar 2000an volt. Begitu juga pada tipe lain, misalnya FA-060 dengan FA-061.
    Sebagai contoh penerapannya, 154-064P digunakan untuk menyalakan CRT 14” sedangkan 154-177B digunakan untuk menyalakan CRT 20”. Bila CRT 14” ‘dipaksa’ diberi tegangan yang setara dengan 20” memang secara kasat mata tidak terlihat perbedaannya (bahkan gambar terlihat lebih kinclong), tetapi jumlah radiasi sinar-X akan lebih besar kuantitasnya, berbahaya dan tidak terlihat secara kasat mata (baca stiker pada CRT, ‘X-RAY WARNING : When this picture tube is ...’).
    Dimisalkan secara normal sebuah FBT dengan B+ primer 110V menghasilkan output HV sebesar 22KV berarti tegangan HV-nya sekitar 200 kali tegangan primernya, bila tegangan primernya (B+) dinaikkan menjadi 115V (dinaikkan 5V saja), maka output HVnya menjadi sekitar 23KV (naik 1000V dari nilai normalnya) yang akan mencapai ‘X-RAY Warning’ atau bahkan bila berlebihan dapat merusakkan CRT karena over voltage.
    Tegangan primer (B+) disesuaikan dengan desain secara keseluruhan. Tidak semua FBT mempunyai tegangan B+ masukan yang sama. Tujuan utama perbedaan B+ ini adalah efisiensi dan murahnya biaya produksi. Semakin tinggi desain tegangan primernya, semakin rendah arus yang dibutuhkan. Semakin rendah arus yang dibutuhkan, semakin murah transistor final dan komponen lain yang digunakan (misalnya blok SMPS). Begitu pula dengan FBT, jumlah lilitan primer akan lebih banyak, kawat primer lebih kecil, lilitan sekunder lebih sedikit, alhasil FBT lebih ringkas.
    Desain B+ yang tinggi juga berpengaruh terhadap desain induktansi yoke horisontal (semakin tinggi B+, semakin panjang lilitan yoke horisontal, semakin tinggi resistansi/induktansinya).
    Dengan kritisnya besar tegangan B+ inilah tidak heran bila tegangan B+ menjadi salah satu tegangan yang paling ‘dipelototi’ oleh sistem proteksi, yang akan terprotek bila B+ terdeteksi melebihi dari tegangan normalnya. Metode penyensoran B+ selain dengan menyensor langsung pada jalur B+, bisa juga dengan menyensor tegangan keluaran dari sekunder FBT, misalnya dengan menyensor besar tegangan pada output tegangan heater.


  1. Yoke Horisontal (H Deflection)
    Fungsi utama blok horisontal guna membelokkan elektron secara horisontal (deflection=pembelokan). Elektron dapat dibelokkan dengan magnet yang dihasilkan oleh yoke horisontal. Karena yang dibelokkan terdiri dari 3 elektron (RGB) sekaligus, maka yoke horisontal dapat dikatakan sebagai sang ‘pelukis’ pada kanvas lapisan phospor pada bagian depan CRT.
    Derajat pembelokan elektron tergantung dari tipe yoke dan CRT yang digunakan. Misalkan pada CRT s90 maka derajat pembelokannya sebesar 90 derajat, begitu juga dengan s120 yang sebesar 120 derajat. Bila yoke CRT s90 dipasang pada CRT s120, maka akan terjadi mis-landing, karena mendaratnya elektron tidak tepat pada lapisan phospor yang ada kaca depan CRT.
    Selain bentuk yang berbeda, bentuk lilitan yoke juga disesuaikan dengan CRT yang digunakan, misalnya CRT s90 (cembung) akan berbeda bentuk lilitannya dengan CRT datar/flat. Bentuk lilitan yang berbeda ini dimaksudkan untuk membentuk medan magnet yang sesuai dengan daerah landing-nya elektron.
    Umumnya lilitan yoke horisontal terdapat pada bagian dalam yoke, sedangkan lilitan bagian luar yoke merupakan lilitan output vertikal. Dalam memilih yoke alternatif yang penting dipertimbangkan adalah kesesuaian bentuk lilitan atau kesesuaian derajat CRTnya. Selain itu, besar induktansi juga sangat berpengaruh. Daripada kesulitan memikir induktansi, secara mudahnya induktansi dapat diketahui (meski berbeda asumsi) dengan mengetes hambatan dari lilitan horisontalnya. Pada TV dengan B+ 110V, lilitan horisontal terukur sekitar 2,8 s/d 3 ohm. Sedangkan pada TV dengan B+ sekitar 130V sekitar 3,5 s/d 4,5 ohm. Modifikasi sangat diperlukan bila memasang yoke yang berbeda induktansinya dengan menggunakan transformator step-down/up yoke horisontal atau menaikkan induktansinya dengan membuat lilitan yang disambung secara seri terhadap yoke.
    Tentang tranformator yoke horisontal, sebenarnya merupakan transformator step-down, digunakan untuk menurunkan tegangan yang masuk ke yoke sehingga yoke dengan hambatan/induktansi lebih rendah dapat digunakan (misalnya yoke bekas monitor komputer). Sebaliknya, bila yoke yang digunakan lebih besar dari desain mesin TV, digunakanlah transformator step-up.

  2. Pengatur EW/OW
    Seandainya kaca bagian depan sebuah CRT cembung ‘diratakan’ begitu saja, maka akan terbentuk gambar yang terlihat cekung ditengah, karena jarak antara penembak elektron dengan landingnya akan berbeda (semakin ke tengah semakin pendek). Bila digunakan untuk menampilkan gambar grid (kotak-kotak) akan terlihat kotak yang lebih kecil pada bagian tengah yang semakin kesamping semakin besar ukurannya. Atau sebaliknya bila CRT flat dicembungkan, gambar akan terlihat lebih seksi.
    Untuk mengatasi hal tersebut, dibuatlah rangkaian EW/OW yang berfungsi sebagai adjusment otomatis linearitas gambar dengan mengatur pulsa yang menggerakkan yoke horisontal. Komponen-komponen utama EW adalah penguat EW yang menguatkan sinyal pengatur EW dari IC jungle. Rangkaian EW/OW ini terletak pada blok horisontal output, umumnya menyadap kolektor transistor output horisontal dengan transistor penguat EW tersendiri beserta kapasitor dan dioda-dioda pengatur EW. Rangkaian EW/OW ini dapat ditemukan pada TV jenis flat.


SKEMA DASAR BLOK OUTPUT HORISONTAL




Masukan H-DRIVE dihubungkan ke output osilator horisontal pada IC jungle. Sinyal output horisontal kemudian dikuatkan oleh driver horisontal (Q2). Keluaran dari trafo driver horisontal (T1) dikuatkan oleh transistor final horisontal yang akhirnya menswitch FBT dengan frekuensi yang sama dengan input drivernya.
Tegangan B+ umumnya berkisar antara 90 s/d 145V tergantung dari merk dan model dari perangkat TV (lebih sering ditemukan dengan B+ 115V). Tegangan H-DRIVE VCC dapat mengambil dari B+ dengan melalui resistor (R2) atau dengan memberi tegangan drive tersendiri (misalnya 24V atau 50V). Kaki yoke/defleksi horisontal yang terhubung dengan kaki kolektor transistor horisontal umumnya disebut sebagai pin H+ (pin H positif). Masukan EW drive diambilkan dari output EW dari IC jungle (prosesor EW) dengan melalui penguat dan buffer terlebih dahulu (IC driver EW) yang kemudian dikuatkan oleh transistor EW (ralat: pada skema adalah salah ketik, yang benar adalah Q3), sering juga penguat EW ini tidak menggunakan transistor, akan tetapi menggunakan FET. Bila blok EW tidak bekerja/mengalami kerusakan, gambar akan melengkung kanan kiri.

TIPS-TIPS DAN KERUSAKAN-KERUSAKAN PADA BLOK HORISONTAL
Kerusakan yang paling sering terjadi adalah kerusakan pada tidak awetnya transistor final horisontal. Beberapa pengalaman penulis seputar transistor horisontal antara lain :
  1. Bila transistor mati dalam itungan kurang dari 3 detik diiringi suara seperti bocornya tegangan HV yang berlebihan (krak) dan transistor masih dingin, cek kapasitor snubber (kapasitor pada kaki kolektor ke gnd).

  2. Bila transistor mati dalam waktu sekitar 10 detik sampai 1 menitan, diawali dengan meningkatnya suhu transistor secara cepat dan diiringi dengan menurunnya tegangan b+ secara signifikan, cek FBT, cek yoke horisontal.

  3. Bila transistor mati dalam waktu antara 5 menit s/d 2 jam cek B+, cek yoke, cek pergeseran fasa/frekuensi horisontal yang mungkin disebabkan oleh trobelnya osilator (kristal) atau bagian driver, cek apakah transistor yg dipasang cocok dan tidak dalam kondisi overdrive (R Basis-Emitor molor), cek beban-beban pada sekunder FBT, cek juga sistem AFC/sinkronisasi.

  4. Bila transistor mati lebih dari 2 jam, cek transistornya, cek kesesuaian bias transistor yang dipasang dengan kondisi rangkaian, kasus ini sering terjadi jika penggantian tipe lain yg tidak sesuai/lebih rendah kualitasnya. Cek juga blok driver horisontal terlebih pada transistor dan komponen sekitar trafo driver horisontal (terlebih pada elko-elko blok horisontal).


MENENTUKAN KONDISI NORMAL TIDAKNYA BLOK OUTPUT HORISONTAL
Pada banyak desain TV sering ditemui adanya resistor (bernilai antara 1,5 s/d 10 ohm) yang berfungsi sebagai R fuse yang disambung secara seri dari B+ output SMPS menuju ke pin B+ FBT. Resistor tersebut dapat disalahgunakan untuk mengukur konsumsi arus oleh blok final horisontal (transistor, FBT sekaligus beban-bebannya). Semakin tinggi arus yang digunakan, semakin besar beban dari blok output horisontal.
Cara mengukur konsumsi arus dengan mengukur besar tegangan pada kaki-kaki resistor tersebut. Posisikan pengukuran pada skala 2V5, kaki resistor yang terhubung dengan output B+ dari SMPS mendapatkan colokan multitester merah, kaki resistor yang terhubung dengan pin B+ FBT mendapatkan colokan hitam, dalam keaadan menyala. Semakin tinggi tegangan yang terukur, semakin besar arus yang dikonsumsi.
Secara normalnya, berdasarkan pengalaman penulis, TV 21” dengan resistor B+ sebesar 3,3/2W terukur sekitar 0V8 s/d 1V2. Besar tegangan yang terukur tidak sama pada setiap merk TV, tergantung dari besar hambatan resistor tersebut, semakin besar hambatannya, semakin besar tegangan yang terbaca. Cara yang paling tradisional tetapi lumayan akurat adalah dengan menyalakan TV sekitar 5 menit, dimatikan, kemudian sentuh resistor tersebut, semakin panas, berarti semakin besar konsumsi arusnya. Semakin besar konsumsi arusnya, semakin tidak normal blok horisontalnya.

bersambung, BLOK 8 Output Vertikal